Thursday, 22 November 2012

Deteksi Dini Tumbuh Kembang


DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik, mental, sosial, emosional dipengaruhi oleh gizi, kesehatan dan pendidikan. Hal ini telah banyak dibuktikan dari berbagai penelitian. Salah satu hasil dari penelitian adalah bahwa pada 4 tahun pertama usia anak, perkembangan kognitifnya mencapai 50%, kurun waktu 8 tahun mencapai 80%, dan mencapai 100% saat anak mencapai usia 18 tahun. Setiap orangtua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang pintar, sehat, berkualitas dan sukses di masa depan. Salah satu upaya untuk mencapai hal tersebut dengan melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan deteksi dini.
Deteksi dini tumbuh kembang anak / balita adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan atau masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan.
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
1.    Pertumbuhan
a.    Bertambahnya ukuran fisik(anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak ) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel, jadi pertumbuhan lebih ditekankan pada pertambahan ukuran fisik seseorang yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti pertambahan ukuran beratbadan, tinggi badan, dan lingkar kepala. (IDAI, 2002)
b.    Bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat (Depkes RI, 2005)
2.      Perkembangan
a.    Bertambahnya kemampuan dari struktur / fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirkan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ – organ dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002)
b.    Bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialasi dan kemandirian (Depkes RI, 2005)
3.      Deteksi dini tumbuh kembang anak / balita
Kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah.
B.     Tujuan
Memudahkan untuk membuat rencana tindakan intervensi terutama ketika harus melibatkan ibu/keluarga agar mendapatkahasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelainan yang sudah menetapBila penyimpangan terlambat diketahui maka intervensinya lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
C.    Jenis-jenis Deteksi Dini
1.      Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan
Bertujuan untuk mengetahui atau menemukan status gizi kurang atau tidak, gizi buruk, maupun pertambahan lingkar kepala (makrosefali atau mikrosefali).
2.      Deteksi dini penyimpangan perkembangan
Yaitu untuk mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan) gangguan daya lihat dan daya dengar.
3.      Deteksi dini penyimpangan mental emosional
Yaitu untuk melihat adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.
D.  Kelainan-kelainan Perkembangan Anak
1.      Gangguan bicara dan bahasa
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan berbicara dan berbahasa bahkan gangguan ini dapat menetap. Afasia adalah gangguan fungsi bicara pada seseorang akibat kelainan otak. Orang yang menderita afasia tidak mampu mengerti maupun menggunakan bahasa lisan. Penyakit afasia biasanya berkembang cepat sebagai akibat dari luka pada kepala atau stroke, tetapi juga dapat berkembang secara lambat karena tumor otakinfeksi, atau dementia.
Deteksi dini pada gangguan bicara dan bahasa dapat dilakukan :
a.    Dapat dilihat dari saat  pertambahan usia kemampuan bicaranya menurun. Bila sebelumnya sering mengoceh kemudian mengocehnya menghilang atau sebelumnya bisa mengucapkan kata mama dan papa kemudian menghilang.
b.    Deteksi dini lain adalah keterlambatan sesuai dengan tahapan usia, yaitu :
1)        4-6 bulan
a)      Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya
b)      Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
2)        8-10 bulan
a)      Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian
b)      Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya
c)       9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis
3)        12-15 bulan
a)      12 bulan, belum menunjukkan mimik, belum mampu mengeluarkan suara, dan tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu.
b)      15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda, dan belum dapat mengucapkan 1-3 kata.
4)        18-24 bulan
a)      18 bulan, belum dapat mengucapkan 6-10 kata, tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian
b)      18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik
c)      21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana
d)     24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain, dan tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya.
5)        30-36 bulan
a)      30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga
b)      36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga
6)        3-4 tahun
a)      3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya
b)      3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan “aya”
c)      4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap
2.    Cerebral Palsy
Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh kerusakan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya.
a.         Deteksi Dini Tipe Spastik
1)        Umur 3 bulan pertama
Pada masa neonatal (0-14 hari) terdapat gerak yang terbatas, lengan terletak kaku dekat badan. Dalam posisi tengkurap, kedua kaki besilangan, gerak asimetris. Angkat dalam posisi terlentang, bayi seperti semaput, lemas, kepala terkulai. Dalam posisi duduk, leher terkulai. Refleks primitif tidak nampak (0-4 bulan) misal refleks genggam, refleks moro (refleks memeluk saat terkejut), refleks babinski (kaki dan jarinya megar saat disentuh).
2)      Umur  4-8 bulan
Amati kualitas dan simetrisitas gerakan anak. Berikan kubus atau mainan. Perhatikan apakah ada kekakuan ketika anak meraih mainan tesebut atau tidak.
3)      Umur 9 bulan ke atas
Anak disuruh menyusun kubus atau menyusun manik-manik dengan tali, perhatikan ada tremor/ ataksia atau tidak. Bila anak berjalan, perhatikan apakah dengan ujung jari kaki atau kelainan jalan yang lain. Berdirikan anak dengan 1 kaki, ada kelumpuhan kaki atau tidak. Perhatikan apakah ada retardasi mental atau tidak.
b.        Deteksi Dini Tipe Athetoid
Bentuk khas berupa ekstensi (pada siku) dan pronasi (pada pergelangan tangan). Sering disertai kesulitan menghisap dan menelan. Ada ataksia dalam meraih benda. Setelah umur 1 tahun, terdapat kesulitan dalam pandangan vertical.
c.         Deteksi Dini Tipe Rigid
Rigiditas pada semua anggota gerak. Kelainan tipe ini biasanya disertai dengan retardasi mental.
d.        Deteksi Dini Tipe Ataxia
Terdapat tanda-tanda ataksia ketika anak meraih benda pada waktu duduk atau berjalan.
3.      Gangguan autisme
Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Pervasif berarti meliputi seluruh aspek perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang mempengaruhi anak secara mendalam. Gangguan perkembangan yang ditemukan pada autisme mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
Deteksi dini dengan kemungkinan adanya gangguan autisme dapat dilihat jika:
a.     Tidak ada senyum sosial pada usia >4 bulan.
b.     Anak tidak mengoceh (tidak seakan-akan seperti berbicara) sebelum usia 12 bulan.
c.    Anak cuek saja, tidak melakukan gerak-tubuh (gesture) yang mempunyai arti (misalnya tidak menunjuk sesuatu, tidak melambai, dsb), sebelum usia 12 bulan.
d.      Tidak mengucapkan satu katapun sebelum usia 16 bulan.
e.       Tidak bicara spontan dengan kalimat 2 atau lebih kata sebelum usia 2 tahun (24 bulan).
f.       Tidak berespons jika dipanggil namanya.
g.      Hilangnya kemampuan bicara/bahasa dan keterampilan sosial pada usia berapapun.
h.      Terlihat tidak tahu bagaimana bermain dengan mainan
i.         Mungkin hanya membariskan/menjajarkan mainan atau benda-benda lain
j.        Hanya asyik pada satu mainan atau benda tertentu saja
k.      Fisik normal dan mempunyai kemampuan menghapal tinggi
l.        Sebagian anak mungkin sering mengepak-ngepakkan tangannya berulang-ulang (hand flapping), ataupun jalan jinjit (toe walking).
m.    Perangai labil, over under respon terhadap cahaya, bunyi, kurang menyadari adanya           bahaya, perilaku berulang-ulang dan suka menyakiti diri sendiri.
Deteksi dini atau skrining terhadap autisme dapat dilakukan secara sederhana dengan tools (perangkat) yang sederhana misalnya dengan STAT (Screening Tool for Autism in Two-Year-Olds) atau dengan CHAT/M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddler).
4.      Retardasi Mental
Merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang rendah ( IQ<70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Deteksi dini dibawah ini merupakan deteksi dini berdasarkan hasil penilaian IQ, yaitu :
a.       Retardasi Mental Ringan (mild) : bila nilai IQ berkisar 50-55 sampai 70.
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini termasuk dari tipe social-budaya dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan bias bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stress sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
b.      Retardasi mental sedang (moderate) : bila nilai IQ berkisar antara 40-35 sampai 50-55.
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas dua SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu, misalnya pertukangan, pertanian, dll. Apabila bekerja nanti mereka ini perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri sendiri. Kelompok ini juga kurang kurang mampu menghadapi stress dan kurang mandiri sehingga perlu bimbingan dan pengawasan.
c.    Retardasi mental berat (severe) : bila nilai IQ berkisar antara 25-20 sampai 35-40.
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih hygiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.
d.   Retardasi mental sangat berat (Profound) : bila nilai IQ berada di bawah 20 atau 25.
Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung orang disekitarnya.
5.      Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktivitas berlebihan, dan suka membuat keributan.
      Ada beberapa hal penting yang dapat memudahkan kita mengetahui gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH), yaitu :
a.       Inatensi, yaitu kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian.
Contoh : Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas, mainan, dll sering tertinggal, sering membuat kesalahan, mudah beralih perhatian (terutama oleh rangsang suara).
b.      Hiperaktif, yaitu perilaku yang tidak bisa diam.
Contoh : Banyak bicara, tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak, sering membuat gaduh suasana, selalu memegang apa yang dilihat, sulit untuk duduk diam, lebih gelisah dan impulsif dibandingkan dengan mereka yang seusia, suka teriak-teriak.
c.       Impulsif, yaitu kesulitan untuk menunda respon (dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak sabar).
Contoh : Sering mengambil mainan teman dengan paksa, tidak sabaran, reaktif, sering bertindak tanpa dipikir dahulu.
d.      Sikap menentang
Contoh : Sering melanggar peraturan, bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas, lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan mereka yang seusia).
e.       Cemas
Contoh : Banyak mengalami rasa khawatir dan takut, cenderung emosional, sangat sensitif terhadap kritikan, mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak familiar, terlihat sangat pemalu dan menarik diri.
f.       Problem sosial
Contoh : Hanya memiliki sedikit teman, sering memiliki rasa rendah diri dan tidak percaya diri.
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Deteksi dini tumbuh kembang anak / balita adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah. Deteksi dini sangat penting bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak karena Memudahkan untuk membuat rencana tindakan intervensi terutama ketika harus melibatkan ibu/keluarga agar mendapatkahasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelainan yang sudah menetapBila penyimpangan terlambat diketahui maka intervensinya lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

No comments:

Post a Comment